Slide # 1

Slide # 1

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Minggu, 02 Desember 2012

  GERAKAN PELAJAR KREATIF

                 Dalam perjalanan sejarah gerakan dakwah IPM, sejak berdirinya pada tanggal 18 Juli 1961 kemudian mengalami perubahan menjadi IRM pada tanggal 18 November 1992, dan kembali berubah nama menjadi IPM pada Muktamar XVI di Solo hingga saat ini (Muktamar XVII di Yogyakarta), IPM telah menjalani perjalanan dakwah yang cukup panjang dengan segala bentuk strategi gerakan yang dimilikinya. Sesuai dengan arti maupun makna sebuah strategi, tentunya IPM dalam menentukan strategi gerakan tidaklah luput dari segala bentuk analisisnya terhadap perkembangan zaman yang ada, terutama dengan melihat persoalan pelajar dan pendidikan pada zamannya hingga saat ini. Jika pada Muktamar XIV di Bandar Lampung pada tahun 2004, IPM mendeklarasikan diri sebagai Gerakan Kritis- Transformatif yang memiliki ciri: sadar, peka, dan peduli terhadap persoalan sosial dalam rangka melakukan sebuah perubahan yang lebih baik. Tentunya IPM sadar betul terhadap realitas sosial saat itu, sehingga dengan Gerakan Kritis-Transformatif diharapkan dapat menjawab persoalan sosial (pelajar-pendidikan) kala itu. Terlepas dari adanya pro maupun kontra terhadap sebuah gerakan yang telah di deklarasikan, maupun implementasi sebuah gerakan yang mungkin dirasakan belum berjalan secara maksimal. IPM melalui Gerakan Kritis Transformatif telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan yang lebih baik tersebut. Demikian juga pada Muktamar XVII di Yogyakarta, IPM selalu melakukan analisis dengan segala persoalan yang ada, guna menjawab sebuah persoalan tersebut. Bukan berarti Gerakan Kritis Transformatif yang telah di deklarasikan sebelumnya sudah tidak relevan lagi dalam menjawab persoalan saat ini, akan tetap bagaimana Gerakan Kritis Transformatif dapat di implementasikan lebih riil di lapangan, tidak terkesan kaku dan kuno sehingga mudah diterima dikalangan basis massa IPM, yaitu pelajar saat ini. Dimana para pelajar saat ini hidup di tengah gencarnya arus globalisasi dengan segala bentuk kemajuan zaman yang ada, persaingan yang kompetitif dan pemanfaatan teknologi maupun informasi yang serba canggih, menuntut mereka untuk dapat bersaing di zamannya dan selektif dalam melakukan sebuah pilihan hidup mereka sebagai seorang pelajar. Oleh karena itu, pada Muktamar XVII di Yogyakarta kali ini, IPM kembali mendeklarasikan diri sebagai Gerakan Pelajar Kreatif (GPK) sebagai jawaban terhadap persoalan yang dihadapi saat ini.
                  Melalui Gerakan Pelajar Kreatif inilah, IPM kembali menguatkan diri dan mensinergikan ketiga dimensi Iman, Ilmu, dan Amal dalam menjalankan gerakan dakwahnya di kalangan pelajar. Bagaimana IPM dapat melakukan Penyadaran, Pemberdayaan dan Pembelaan sebagai trilogi gerakan IRM yang pernah di deklarasikan kala itu, kemudian menciptakan sebuah karakter pelajar yang tidak hanya memiliki keshalehan ritual semata tanpa memiliki ilmu dan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari, atau seorang pelajar yang shaleh dan berilmu, akan tetapi tidak mengamalkannya dengan melakukan sebuah perubahan. Melainkan bagaimana IPM dapat melahirkan para pelajar yang shaleh secara ritual dengan keimanannya yang kuat, memiliki ilmu dalam menjalankan rasa keimanannya tersebut, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sebagai wujud penyempurnaan nilai keimanan dan pemahamannya terhadap ilmu untuk melakukan sebuah perubahan. Sehingga spirit Gerakan Kritis Transformatif yang sebelumnya pernah
dideklarasikan oleh IRM/IPM, insya Allah dapat di implementasikan dengan baik dengan terciptanya para agen-agen perubahan (agent of change) di kalangan pelajar dan tercipta pula para pelopor gerakan kritis transformatif itu sendiri di kalangan pelajar.

            Metode yang dipakai dalam Gerakan Pelajar Kreatif IPM ini adalah Metode Perencanaan strategis (Strategic Planning). Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan sebuah metode, cara atau arahan, serta mengambil
keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai sebuah tujuan. Berbagai teknik analisis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats),
PEST
(Political, Economic, Social, Technological), STEER (Sociocultural,
Technological, Economic, Ecological, Regulatory) atau SMART (Specific, Measurable, Actual, Realistic, Time Bound).

Tujuan

Gerakan Pelajar Kreatif memiliki tujuan, agar:
A. IPM menjadikan pelajar generasi Qur’ani
Maksudnya adalah IPM mampu menjadi wadah
bagi pimpinan dan anggota untuk belajar
membaca, mengkaji, dan mengamalkan Al Qur’an
secara berjamaah, lalu mengkampanyekan budaya
cinta Qur’an ke seluruh pelajar di Indonesia.
B. IPM menjadi gerakan populis
maksudnya adalah agar IPM mampu diterima
oleh semua kalangan, khususnya Pelajar di
seluruh Indonesia.
C. IPM mampu memfasilitasi minat dan bakat pelajar
Maksudnya adalah IPM mampu mefasilitasi
kebutuhan minat dan bakat pelajar dalam bentuk
kominitas-komunitas.
D. IPM sebagai wadah pembela pelajar
Maksudnya adalah agar IPM dapat mejadi referensi bagi semua pihak tentang masalah pendidikan dan memperjuangkan hak-hak pelajar.
E. IPM sebagai penggerak pengarus utamaan gender
dikalangan pelajar
Maksudnya adalah agar IPM mampu menjadi
garda terdepan dalam memperjuangkan
persamaan akses pelajar putri dan difabel di
sekolah dan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar